Selasa, 20 Desember 2016

Lomba Menulis 100 Surat Untuk Ibu



Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Salam sungkem untuk panjenengan Ibu

Gemuruh, Ibu! Gemuruh dada ketika mula-mula menulis surat ini.
Gemetar, Ibu! Gemetar tangan dalem saat awal menggoreskan pena di atas selembar kertas putih.
Meleleh, Ibu! Sebutir air bening mengalir tanpa permisi dari sudut bola mata. 

Apakah dalem sanggup melanjutkan tulisan ini Ibu? Siluet wajah teduh panjenengan terbayang-bayang dalam ingatan. Ibu. Izinkan selembar surat ini menyampaikan apa-apa yang bergelora dalam sanubari, menebus resah dalam jiwa, dalem tumpahkan dalam sebuah tulisan sederhana. Semoga panjenengan berkenan membacanya. 

Ibu. Sekarang dalem duduk dalam keheningan. Langit jernih dan udaranya nyaman. Selepas Maghrib hujan turun, terasa segar hawanya. Perkenankan dalem sedikit bercerita tentang Dina. Gadis mungil, hitam manis berumur 6 tahun, salah satu penghuni di rumah surga kecil kita Bu. Kodrat Illahi tidak mengizinkan ayah ibunya menunggu Dina sampai besar. Tapi panjenengan hadir dalam kehidupannya, menghapus kemalangan tiada berayah ibu. 

Bu. Beberapa hari belakangan ini dalem disibukkan merawat Dina. Mendadak dia mengeluh badannya panas dan perutnya sakit. Biasanya panjenengan yang paling tlaten merawat Dina, tapi sudah hitungan minggu njenengan tenggelam dalam kerepotan persiapan resepsi pernikahan mendatang. Otomatis, dalem mengambil alih tugas: merawat anak sakit. Selama bilangan hari membersamai Dina, dalem belajar banyak hal. Belajar menjadi sosok seorang Ibu tabah dan tangguh seperti panjenengan. Ya, Ibulah sumber teladan bagi dalem, untuk tidak mengeluh atas segala kesulitan hidup. 

Dina sangat rewel, seringkali menangis saat merasakan sakit. Kemanapun dalem melangkah, dia mengekor di belakang. Tak ingin sedetik kedipan mata ditinggalkan sendirian. Merengek-rengek meminta diajak turut serta pulang ke rumah. Saat tidur tangannya melingkar di pinggang, haus pelukan kasih sayang. Terkadang sulit membuka mulut demi sesuap nasi. Katanya, sudah kenyang dan berbagai alasan lainnya menolak makanan. Lelah Bu. Hanya beberapa hari saja dalem mengeluh lelah. Inikah rasanya perjuangan seorang Ibu saat merawat anaknya yang sedang sakit. Sangat menguras fisik dan mental. 

Bu, benar dhawuh panjenengan. “Seorang anak baru bisa merasakan posisi sebagai orang tua, setelah dirinya memiliki anak juga suatu saat nanti.”

Walaupun Dina bukan anak kandung. Dalem mulai memiliki ikatan batin sebagai orang tua bagi Dina dan anak-anak lainnya, seperti halnya panjenengan dan Abah. Apakah Ibu masih ingat saat dalem sakit dulu? Ibu dengan sabar, tlaten merawat dalem. Saat badan anak-anak Ibu demam, ramuan daun sangket, irisan bawang merah, minyak kayu putih dibalurkan ke seluruh tubuh. Baunya sungguh tidak enak. Badan terasa kurang nyaman. Dalem meronta-ronta, menolak diberikan lulur herbal itu. Tetapi Ibu tetap memaksa, dan akhirnya dalem menyerah. Saat masuk angin, Ibu sigap mengambil koin uang logam 500-an, menyuruh dalem tengkurap. Kemudian bau minyak kayu putih menyebar dalam ruang kamar. “Aduh!” begitu teriak dalem. Tak tahan sakitnya punggung saat Njenengan keroki.

Ibu, dalem sejenak menatap langit-langit kamar. Menghela nafas panjang. Menutup mata dan membayangkan wajah panjenengan. Cukuplah kiranya selembar tulisan ini, tak lebih dari ujung jari yang dengan segala kerendahan hati menunjukkan keagungan jasa seorang Ibu. Pengabdian sepanjang hayat penuh rasa ikhlas tiada tanding. Maafkan dalem yang belum mampu membalas semua kebaikan Ibu. Maafkan dalem yang hanya bisa menyusahkan Ibu. Maaf Bu. Dalem bersimpuh di telapak kaki panjenengan dan menangis memohon maaf atas semua khilaf.

Mengambil sebuah buku karangan teman. Dalem kutip puisi apik dari penyair Joko Pinurbo. Puisi berjudul “Ibu yang Tabah” (Telepon Gengam, 2003): Setiap subuh ibu itu memetik embun di daun-daun,/menampungnya dalam gelas, dan menghidangkannya/kepada anak-anaknya sebelum mereka berangkat/sekolah. Malam hari diam-diam ia memeras air mata,/menyimpannya dalam botol,dan meminumkannya/kepada anak-anaknya bila mereka sakit.

Tulungagung, 20 Desember 2016
Beberapa menit menjelang tengah malam

(Ditulis dalam rangka menyemarakkan peringatan Hari Ibu 22 Desember mendatang)

Rabu, 14 Desember 2016

Awal Baru di Akhir Tahun

Bismillahirrahmanirrahiim

Segala puji bagi Allah, akhirnya saya bisa kembali aktif menulis di jagad maya. Sebenarnya blog ini saya buat 1 bulan yang lalu, tetapi kebingungan untuk mengisinya hahaha. Sebuah momen menjadi pemantik bagi saya untuk kembali menulis. Momen saat saya mengikrarkan diri sebagai relawan literasi demi mensukseskan "Festival Bonorowo Menulis 2017" atau disingkat FBM 2017. Saya berharap dengan aktif ngeblog, kemampuan menulis semakin terasah.

Dalam blog sederhana ini, saya akan berbagi kisah tentang banyak hal. Mulai dari serpihan ilmu beberapa guru, kisah bergulat dengan dunia literasi, dan tentu saja, cerita luar biasa perjalanan hidup saya sebagai seorang hamba Nya. 

Oke. Semoga semangat literasi saya semakin membara. Semoga Gusti Allah menguatkan dan meridhoi setiap jejak langkah saya. Amiin. Doanya ya kawan ^^

Tulungagung, 15 Desember 2017
11.00 WIB