Assalamu’alaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh
Salam sungkem
untuk panjenengan Ibu
Gemuruh, Ibu!
Gemuruh dada ketika mula-mula menulis surat ini.
Gemetar, Ibu! Gemetar
tangan dalem saat awal menggoreskan pena di atas selembar kertas putih.
Meleleh, Ibu!
Sebutir air bening mengalir tanpa permisi dari sudut bola mata.
Apakah dalem
sanggup melanjutkan tulisan ini Ibu? Siluet wajah teduh panjenengan terbayang-bayang
dalam ingatan. Ibu. Izinkan selembar surat ini menyampaikan apa-apa yang
bergelora dalam sanubari, menebus resah dalam jiwa, dalem tumpahkan dalam sebuah
tulisan sederhana. Semoga panjenengan berkenan membacanya.
Ibu. Sekarang dalem
duduk dalam keheningan. Langit jernih dan udaranya nyaman. Selepas Maghrib
hujan turun, terasa segar hawanya. Perkenankan dalem sedikit bercerita tentang
Dina. Gadis mungil, hitam manis berumur 6 tahun, salah satu penghuni di rumah
surga kecil kita Bu. Kodrat Illahi tidak mengizinkan ayah ibunya menunggu Dina
sampai besar. Tapi panjenengan hadir dalam kehidupannya, menghapus kemalangan
tiada berayah ibu.
Bu. Beberapa
hari belakangan ini dalem disibukkan merawat Dina. Mendadak dia mengeluh
badannya panas dan perutnya sakit. Biasanya panjenengan yang paling tlaten
merawat Dina, tapi sudah hitungan minggu njenengan tenggelam dalam kerepotan
persiapan resepsi pernikahan mendatang. Otomatis, dalem mengambil alih tugas:
merawat anak sakit. Selama bilangan hari membersamai Dina, dalem belajar banyak
hal. Belajar menjadi sosok seorang Ibu tabah dan tangguh seperti panjenengan. Ya,
Ibulah sumber teladan bagi dalem, untuk tidak mengeluh atas segala kesulitan
hidup.
Dina sangat
rewel, seringkali menangis saat merasakan sakit. Kemanapun dalem melangkah, dia
mengekor di belakang. Tak ingin sedetik kedipan mata ditinggalkan sendirian. Merengek-rengek
meminta diajak turut serta pulang ke rumah. Saat tidur tangannya melingkar di
pinggang, haus pelukan kasih sayang. Terkadang sulit membuka mulut demi sesuap
nasi. Katanya, sudah kenyang dan berbagai alasan lainnya menolak makanan. Lelah
Bu. Hanya beberapa hari saja dalem mengeluh lelah. Inikah rasanya perjuangan seorang
Ibu saat merawat anaknya yang sedang sakit. Sangat menguras fisik dan mental.
Bu, benar dhawuh
panjenengan. “Seorang anak baru bisa merasakan posisi sebagai orang tua, setelah
dirinya memiliki anak juga suatu saat nanti.”
Walaupun Dina
bukan anak kandung. Dalem mulai memiliki ikatan batin sebagai orang tua bagi
Dina dan anak-anak lainnya, seperti halnya panjenengan dan Abah. Apakah Ibu
masih ingat saat dalem sakit dulu? Ibu dengan sabar, tlaten merawat dalem. Saat
badan anak-anak Ibu demam, ramuan daun sangket, irisan bawang merah, minyak
kayu putih dibalurkan ke seluruh tubuh. Baunya sungguh tidak enak. Badan terasa
kurang nyaman. Dalem meronta-ronta, menolak diberikan lulur herbal itu. Tetapi
Ibu tetap memaksa, dan akhirnya dalem menyerah. Saat masuk angin, Ibu sigap
mengambil koin uang logam 500-an, menyuruh dalem tengkurap. Kemudian bau minyak
kayu putih menyebar dalam ruang kamar. “Aduh!” begitu teriak dalem. Tak tahan
sakitnya punggung saat Njenengan keroki.
Ibu, dalem
sejenak menatap langit-langit kamar. Menghela nafas panjang. Menutup mata dan
membayangkan wajah panjenengan. Cukuplah kiranya selembar tulisan ini, tak
lebih dari ujung jari yang dengan segala kerendahan hati menunjukkan keagungan
jasa seorang Ibu. Pengabdian sepanjang hayat penuh rasa ikhlas tiada tanding.
Maafkan dalem yang belum mampu membalas semua kebaikan Ibu. Maafkan dalem yang
hanya bisa menyusahkan Ibu. Maaf Bu. Dalem bersimpuh di telapak kaki panjenengan
dan menangis memohon maaf atas semua khilaf.
Mengambil sebuah
buku karangan teman. Dalem kutip puisi apik dari penyair Joko Pinurbo. Puisi
berjudul “Ibu yang Tabah” (Telepon Gengam, 2003): Setiap subuh ibu itu memetik
embun di daun-daun,/menampungnya dalam gelas, dan menghidangkannya/kepada
anak-anaknya sebelum mereka berangkat/sekolah. Malam hari diam-diam ia memeras
air mata,/menyimpannya dalam botol,dan meminumkannya/kepada anak-anaknya bila
mereka sakit.
Tulungagung, 20
Desember 2016
Beberapa menit
menjelang tengah malam
(Ditulis dalam rangka menyemarakkan peringatan Hari Ibu 22 Desember mendatang)